Rabu, 09 April 2008

Mengendalikan Korosi

Ir. Edi Septe.S, MT

Dosen Jurusan Teknik Mesin Universitas Bung Hatta

Korosi merupakan proses atau reaksi elektrokimia yang bersifat alamiah dan berlangsung dengan sendirinya, oleh karena itu korosi tidak dapat dicegah atau dihentikan sama sekali. Korosi hanya bisa dikendalikan atau diperlambat lajunya sehingga memperlambat proses perusakannya. Dilihat dari aspek elektrokimia, korosi merupakan proses terjadinya transfer elektron dari logam ke lingkungannya. Logam berlaku sebagai sel yang memberikan elektron (anoda) dan lingkungannya sebagai penerima elektron (katoda).

q Pengendalian Korosi Sumuran dan Korosi Celah

Pengendalian korosi sumuran dan korosi celah dilakukan dengan metoda yang sama. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah : (1) Pemilihan material yang tahan korosi menjadi cara utama pengendalian korosi ini. Paduan yang tahan terhadap korosi sumuran juga tahan korosi celah. Peningkatan krom, nikel dan molybdenum akan meningkatkan ketahanan terhadap korosi sumuran dan korosi celah untuk baja tahan karat. Paduan nikel dengan kandungan krom dan molybdenum yang sama akan memiliki ketahanan yang lebih baik (dan lebih mahal) dari baja tahan karat. Unsur ikutan atau pengotor seperti karbon dan sulfur biasanya menurunkan ketahanan paduan tahan karat ’iron and nickel based alloys’. Paduan titanium memiliki ketahanan terhadap korosi sumuran di lingkungan yang agresif tetapi rentan terhadap korosi celah dilingkungan yang mengandung klorida dan larutan halida lainnya pada temperatur diatas 70 oC. (2) Agresifitas larutan dapat dikurangi dengan menurunkan kandungan klorida, keasaman dan atau temperaturnya, menghambat aliran proses pembentukan deposit, mengeliminasi terakumulasinya hidrolisa produk korosi, serta menurunkan pH. (3) Memberi unsur penghambat di larutan (inhibitors), juga dapat dilakukan untuk pengendalian korosi sumuran dan korosi celah, tetapi penerapan cara ini harus diperhitungkan dengan baik, karena apabila kandungan inhibitor yang terdapat dilarutan tidak cukup, maka pada beberapa bagian peralatan dapat terjadi kerusakan berupa lubang kecil yang dalam. (4) Protekasi katodik juga dapat mengendalikan korosi sumuran dan korosi celah untuk peralatan yang digunakan dilingkungan laut, tetapi cara ini tidak selalu menjadi pilihan yang memungkinkan untuk aliran proses kimia yang agresif. (5) Korosi celah dapat dikontrol melalui perencanaan dengan cara menghindari adanya celah-celah. Peralatan harus direncanakan lengkap dengan saluran pembuangan dan menghindarkan daerah yang menyebabkan tertahannya atau mengendapnya larutan. Sambungan las temu (butt-joint) pada struktur akan lebih baik diaplikasikan dibanding sambungan paku keling atau sambungan ulir. (6) Membersihkan permukaan logam apabila memungkinkan, akan menurunkan terjadinya korosi sumuran dan korosi celah. Menghilangkan partikel padat yang dilakukan untuk meminimalkan pembentukan deposit (endapan).

q Pengendalian Korosi Galvanik

Pengendalian korosi galvanik dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : (1) Menghindarkan terjadinya hubungan galvanik logam. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memilih material yang memiliki potensial yang tidak jauh berbeda (berdekatan pada Galvanic Series) pada saat perencanaan. (2) Mengontrol Anoda. Apabila hubungan galvanik tidak dapat dihindarkan, maka logam yang menjadi daerah anoda hendaknya diperluas atau dibuat lebih tebal. Secara ekonomis, akan lebih baik lagi dilakukan dengan membuat anoda menjadi bagian yang mudah diganti. (3) Pemasangan sekat antara dua bagian logam yang berhubungan biasanya salah satu cara yang dilakukan untuk menghindari terjadinya hubungan galvanik. (4) Menghindarkan terjadinya cacat lapisan. Pada pelapisan logam hubungan galvanik akan terjadi apabila lapisannya pecah, oleh karena itu pada saat proses pelapisan dilakukan harus dihindarkan terjadinya cacat pelapisan yang dapat menjadi anoda yang sangat kecil sekalipun.

q Pengendalian Korosi Retak Tegang

Pengendalian korosi retak tegang dapat dilakukan dengan mengeliminasi salah satu dari tiga faktor berikut, yaitu : tegangan tarik, lingkungan kritis dan paduan yang rentan terhadap korosi. (1) Mengeliminasi tegangan tarik yang terjadi pada bagian kritis komponen atau peralatan dapat dilakukan dengan re-disain. Selain itu penurunan tegangan tarik sisa pada logam dapat dilakukan dengan perlakuan panas anil. (2) Pengontrolan lingkungan dapat dilakukan dengan cara menurunkan agent oksidasi (yang membuat oksigen terlarut), menghindarkan adanya unsur-unsur kritis yang terdapat pada larutan, serta memberi unsur penghambat di larutan (inhibitors). Pelapisan (coating) juga merupakan salah satu cara untuk membatasi interaksi logam yang dilindungi dengan lingkungannya, namun cara ini kurang efektif karena tidak dapat menahan zat kimia yang agresif. (3) Memilih paduan yang memiliki ketahanan korosi terhadap lingkungan tertentu merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan. Selain itu merubah proporsi elemen pemadu pada paduan logam, sehingga memiliki kekuatan yang lebih tinggi atau merubah struktur metalurginya dapat meningkatkan ketahanan logam tersebut terhadap korosi retak tegang. (4) Penerapan proteksi katodik juga dapat dilakukan untuk pengendalian korosi retak tegang, namun cara ini dapat mempercepat terjadinya hydrogen induced cracking. Oleh karena itu penerapan proteksi katodik hanya efektif dilakukan pada paduan yang memilki tegangan tinggi dan mengalami retak oleh mekanisme anodik.

q Pengendalian Korosi Retak Fatik

Korosi retak fatik (corrosion fatique cracking) dapat dikendalikan dengan beberapa cara, yaitu : (1) Menurunkan laju korosinya, dengan cara mengganti peralatan yang digunakan dengan paduan logam yang memiliki ketahanan korosi yang baik sehingga laju korosinya menjadi lebih lambat. (2) Membatasi interaksi logam dengan lingkungannya. Cara ini dilakukan dengan memberi unsur penghambat di larutan (inhibitors), atau membuat lapisan pelindung yang membatasi larutan korosif dengan permukaan logam. Pelapisan anoda tumbal seng (galvanis) untuk melindungi baja (yang bersifat katodik) dapat melindungi baja tersebut dari korosi retak fatik. (3) Melakukan re-disain terhadap peralatan yang digunakan untuk menurunkan atau menghindarkan terjadinya tegangan berulang pada peralatan tersebut. (4) Melakukan proteksi katodik adalah cara lain pengendalian korosi retak fatik yang dapat dilakukan, namun sebelum cara ini dilakukan harus dipastikan tidak mengakibatkan terjadinya hydrogen induced cracking, karena pada kasus tertentu penerapan proteksi katodik biasanya dapat menimbulkan hydrogen induced cracking. (5) Mereduksi oksidator, dan (6) meningkatkan pH larutan.

q Pengendalian Retak yang Disebabkan oleh Hidrogen

Mengeliminasi terjadinya keretakan yang disebabkan oleh hidrogen (hydrogen induced cracking) pada logam dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain : (1) Menghilangkan sumber hidrogen atau membatasi interaksi hidrogen dengan logam. Cara ini dapat dilakukan dengan tidak menerapkan pegendalian korosi proteksi katodik atau melakukan proses pelapisan galvanis, karena kedua hal tersebut dapat menimbulkan pembentukan hidrogen di permukaan logam. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian unsur penghambat pada larutan (inhibitors) atau membuat lapisan inert pada logam, sehingga tidak terjadi interaksi antara logam dan hidrogen yang terdapat dilingkungannya. Khusus untuk baja karbon atau baja paduan rendah pengendalian terhadap terjadinya keretakan yang disebabkan oleh hidrogen dapat dilakukan dengan meningkatkan pH larutan, karena hal ini akan menurunkan laju korosi dan derajat produksi hidrogen pada permukaan logam tersebut. (2) Menurunkan tegangan tarik. Penurunan tegangan tarik logam ini dapat dilakukan dengan memberikan perlakuan panas anil atau pembakaran (baking), karena proses tersebut dapat menghilangkan tegangan tarik sisa pada logam. Selain itu pada saat pemanasan akan terjadi peningkatan mobilitas hidrogen sehingga dapat melepaskan hidrogen terlarut pada logam. (3) Menurunkan level tegangan. Penurunan level tegangan yang terjadi pada peralatan dapat dilakukan dengan merencanakan kembali peralatan yang digunakan sesuai dengan kondisi lingkungannya. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan pemaduan kembali atau memberi perlakuan panas pada logam yang digunakan, sehingga logam menjadi lebih kuat dan kemampuannya terhadap tegangan yang terjadi relatif lebih baik. (4) Memilih paduan yang memiliki ketahanan yang lebih baik, seperti penggunaan paduan yang memiliki sel satuan face centered cubic (paduan nikel) sebagai pengganti baja ferritik, karena paduan nikel lebih tahan korosi dan hydrogen induced cracking.

Korosi “Perusak yang Terabaikan”

Ir. Edi Septe.S, MT

Dosen Jurusan Teknik Mesin Universitas Bung Hatta


Karatan adalah istilah yang diberikan masyarakat terhadap logam yang mengalami kerusakan berbentuk keropos. Sedangkan bagian logam yang rusak dan berwarna hitam kecoklatan pada baja disebut Karat. Secara teoritis karat adalah istilah yang diberikan terhadap satu jenis logam saja yaitu baja, sedangkan secara umum istilah karat lebih tepat disebut korosi.

Korosi didefenisikan sebagai degradasi material (khususnya logam dan paduannya) atau sifatnya akibat berinteraksi dengan lingkungannya. Korosi merupakan proses atau reaksi elektrokimia yang bersifat alamiah dan berlangsung dengan sendirinya, oleh karena itu korosi tidak dapat dicegah atau dihentikan sama sekali. Korosi hanya bisa dikendalikan atau diperlambat lajunya sehingga memperlambat proses perusakannya. Dilihat dari aspek elektrokimia, korosi merupakan proses terjadinya transfer elektron dari logam ke lingkungannya. Logam berlaku sebagai sel yang memberikan elektron (anoda) dan lingkungannya sebagai penerima elektron (katoda).

Reaksi yang terjadi pada logam yang mengalami korosi adalah reaksi oksidasi, dimana atom-atom logam larut kelingkungannya menjadi ion-ion dengan melepaskan elektron pada logam tersebut. Sedangkan dari katoda terjadi reaksi, dimana ion-ion dari lingkungan mendekati logam dan menangkap elektron-elektron yang tertinggal pada logam.

Dampak yang ditimbulkan korosi sungguh luar biasa. Berdasarkan pengalaman pada tahun-tahun sebelumnya, Amerika Serikat mengalokasikan biaya pengendalian korosi sebesar 80 hingga 126 milyar dollar per tahun. Di Indonesia, dua puluh tahun lalu saja biaya yang ditimbulkan akibat korosi dalam bidang indusri mencapai 5 trilyun rupiah. Nilai tersebut memberi gambaran kepada kita betapa besarnya dampak yang ditimbulkan korosi dan nilai ini semakin meningkat setiap tahunnya karena belum terlaksananya pengendalian korosi secara baik bidang indusri.

Dampak yang ditimbulkan korosi dapat berupa kerugian langsung dan kerugian tidak langsung. Kerugian langsung adalah berupa terjadinya kerusakan pada peralatan, permesinan atau stuktur bangunan. Sedangkan kerugian tidak langsung berupa terhentinya aktifitas produksi karena terjadinya penggantian peralatan yang rusak akibat korosi, terjadinya kehilangan produk akibat adanya kerusakan pada kontainer, tanki bahan bakar atau jaringan pemipaan air bersih atau minyak mentah, terakumulasinya produk korosi pada alat penukar panas dan jaringan pemipaannya akan menurunkan efisiensi perpindahan panasnya, dan lain sebagainya. Bahkan kerugian tidak langsung dapat berupa terjadinya kecelakaan yang menimbulkan korban jiwa, seperti kejadian runtuhnya jembatan akibat korosi retak tegang di West Virginia yang menyebabkan 46 orang meninggal dunia, terjadinya kebakaran akibat kebocoran pipa gas di Minnesota karena selective corrosion dan meledaknya pembangkit tenaga nuklir di Virginia akibat terjadinya korosi erosi pada pipa uapnya.

Berdasarkan kondisi lingkungannya, korosi dapat diklasifikasikan sebagai korosi basah yaitu korosi yang terjadi dilingkungan air, korosi atmosferik yang terjadi di udara terbuka dan korosi temperatur tinggi yaitu korosi yang terjadi dilingkungan bertemperatur diatas 500 oC.


Bentuk-bentuk korosi dapat berupa korosi merata, korosi galvanik, korosi sumuran, korosi celah, korosi retak tegang (stress corrosion cracking), korosi retak fatik (corrosion fatique cracking) dan korosi akibat pengaruh hidogen (corrosion induced hydrogen), korosi intergranular, selective leaching, dan korosi erosi.

Korosi merata adalah korosi yang terjadi secara serentak diseluruh permukaan logam, oleh karena itu pada logam yang mengalami korosi merata akan terjadi pengurangan dimensi yang relatif besar per satuan waktu. Kerugian langsung akibat korosi merata berupa kehilangan material konstruksi, keselamatan kerja dan pencemaran lingkungan akibat produk korosi dalam bentuk senyawa yang mencemarkan lingkungan. Sedangkan kerugian tidak langsung, antara lain berupa penurunan kapasitas dan peningkatan biaya perawatan (preventive maintenance).

Korosi galvanik terjadi apabila dua logam yang tidak sama dihubungkan dan berada di lingkungan korosif. Salah satu dari logam tersebut akan mengalami korosi, sementara logam lainnya akan terlindung dari serangan korosi. Logam yang mengalami korosi adalah logam yang memiliki potensial yang lebih rendah dan logam yang tidak mengalami korosi adalah logam yang memiliki potensial lebih tinggi

Korosi sumuran adalah korosi lokal yang terjadi pada permukaan yang terbuka akibat pecahnya lapisan pasif. Terjadinya korosi sumuran ini diawali dengan pembentukan lapisan pasif dipermukaannya, pada antarmuka lapisan pasif dan elektrolit terjadi penurunan pH, sehingga terjadi pelarutan lapisan pasif secara perlahan-lahan dan menyebabkan lapisan pasif pecah sehingga terjadi korosi sumuran. Korosi sumuran ini sangat berbahaya karena lokasi terjadinya sangat kecil tetapi dalam, sehingga dapat menyebabkan peralatan atau struktur patah mendadak.

Korosi celah adalah korosi lokal yang terjadi pada celah diantara dua komponen. Mekanisme terjadinya korosi celah ini diawali dengan terjadi korosi merata diluar dan didalam celah, sehingga terjadi oksidasi logam dan reduksi oksigen. Pada suatu saat oksigen (O2) di dalam celah habis, sedangkan oksigen (O2) diluar celah masih banyak, akibatnya permukaan logam yang berhubungan dengan bagian luar menjadi katoda dan permukaan logam yang didalam celah menjadi anoda sehingga terbentuk celah yang terkorosi.

Korosi retak tegang, korosi retak fatik dan korosi akibat pengaruh hidogen adalah bentuk korosi dimana material mengalami keretakan akibat pengaruh lingkungannya. Korosi retak tegang terjadi pada paduan logam yang mengalami tegangan tarik statis dilingkungan tertentu, seperti : baja tahan karat sangat rentan terhadap lingkungan klorida panas, tembaga rentan dilarutan amonia dan baja karbon rentan terhadap nitrat. Korosi retak fatk terjadi akibat tegangan berulang dilingkungan korosif. Sedangkan korosi akibat pengaruh hidogen terjadi karena berlangsungnya difusi hidrogen kedalam kisi paduan.

Korosi intergranular adalah bentuk korosi yang terjadi pada paduan logam akibat terjadinya reaksi antar unsur logam tersebut di batas butirnya. Seperti yang terjadi pada baja tahan karat austenitik apabila diberi perlakuan panas. Pada temperatur 425 – 815 oC karbida krom (Cr23C6) akan mengendap di batas butir. Dengan kandungan krom dibawah 10 %, didaerah pengendapan tersebut akan mengalami korosi dan menurunkan kekuatan baja tahan karat tersebut.

Selective leaching adalah korosi yang terjadi pada paduan logam karena pelarutan salah satu unsur paduan yang lebih aktif, seperti yang biasa terjadi pada paduan tembaga-seng. Mekanisme terjadinya korosi selective leaching diawali dengan terjadi pelarutan total terhadap semua unsur. Salah satu unsur pemadu yang potensialnya lebih tinggi akan terdeposisi, sedangkan unsur yang potensialnya lebih rendah akan larut ke elektrolit. Akibatnya terjadi keropos pada logam paduan tersebut. Contoh lain selective leaching terjadi pada besi tuang kelabu yang digunakan sebagai pipa pembakaran. Berkurangnya besi dalam paduan besi tuang akan menyebabkan paduan tersebut menjadi porous dan lemah, sehingga dapat menyebabkan terjadinya pecah pada pipa.


Kombinasi antara fluida yang korosif dan kecepatan aliran yang tinggi menyebabkan terjadinya korosi erosi, seperti yang terjadi pada pipa baja yang digunakan untuk mengalirkan uap yang mengandung air.

Pengukuran laju korosi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pengukuran yang paling sederhana biasanya dilakukan dengan cara mengukur kehilangan logam (berdasarkan perbedaan beratnya). Meskipun demikian beberapa metoda pegukuran laju korosi yang dapat diterapkan antara lain adalah dengan mengukur ion logam yang terdapat dilingkungan, mengukur konduktivitas lingkungan, mengukur berat jenis lingkungan atau berdasarkan reaksi dengan metoda elektrokimia.

Begitu banyaknya bentuk bentuk korosi yang dapat terjadi, sehingga seyogianya korosi tersebut dikenali dengan baik untuk dikendalikan, terutama bagi mereka yang menangani bidang perencanaan dan perawatan peralatan pabrik, sarana transportasi dan fasilitas umum lainnya. Sehingga kedepan diharapkan dapat meningkatkan umur (life time) peralatan yang digunakan dan yang lebih penting lagi dapat menghindari terjadinya kecelakaan akibat kegagalan material yang menimbulkan korban jiwa.